Investor Kabur dari ETF Spot Bitcoin, Ada Apa Sebenarnya?

Sedang Trending 2 minggu yang lalu

– Dana investasi Bitcoin berbasis bursa (ETF) mencatat arus keluar biaya (outflow) besar-besaran dalam dua pekan terakhir. Dari 28 Maret hingga 8 April, penanammodal menarik biaya sebesar US$ 595 juta, menurut info dari Farside Investors. Melansir dari cointelegraph.com, meski pada 9 April pemerintah Amerika sempat mencabut sebagian besar tarif impor secara sementara, arus keluar tetap bersambung dengan tambahan US$ 127 juta.

Padahal, pada hari nan sama, nilai Bitcoin sempat melonjak hingga menyentuh rekor baru sebesar US$ 82.000. Namun, lonjakan ini rupanya tidak cukup untuk mengembalikan kepercayaan penanammodal terhadap ETF Bitcoin.

Kenapa Investor Lari dari Bitcoin?

Salah satu alasannya ialah meningkatnya kekhawatiran bakal resesi ekonomi. Menurut Michael Weidner dari Lazard Asset Management, likuiditas alias kesiapan biaya untuk angsuran semakin menipis. Akibatnya, banyak penanammodal memilih untuk menyimpan duit mereka di aset nan lebih kondusif seperti obligasi pemerintah alias duit tunai.

Situasi ini disebut sebagai krisis kredit, ialah kondisi di mana pinjaman susah diperoleh, sehingga aktivitas ekonomi ikut melambat. Ini bisa terjadi apalagi jika suku kembang tetap, lantaran perusahaan dan perseorangan dianggap lebih beresiko untuk diberi pinjaman.

Perusahaan Juga Ikut Tertekan

RW Baird, analis dari Ross Mayfield menambahkan bahwa jika ekonomi memasuki kondisi stagflasi, maka perusahaan-perusahaan bakal semakin susah bayar utangnya lantaran biaya pinjaman naik.

Baca Juga: Ini nan Harus Anda Waspadai Saat Lihat Grafik Shiba Inu Naik

Meskipun suku kembang obligasi pemerintah AS relatif stabil, minat penanammodal terhadap obligasi korporasi dan pemerintah, parameter kepercayaan investor, melebar paling tajam sejak krisis perbankan pada Maret 2023.

Bitcoin Belum Jadi Pilihan Saat Pasar Tak Menentu

Sementara itu, meski ada angan bahwa The Fed (bank sentral AS) bakal menurunkan suku kembang untuk menenangkan pasar, banyak pihak pesimis langkah ini bisa langsung mengubah keadaan.

Bahkan data inflasi AS untuk Maret nan menunjukkan kenaikan paling lambat dalam empat tahun (2,8 persen) tetap kandas memberi dorongan positif ke pasar.

Menurut Joe Brusuelas, ahli ekonomi utama di RSM, inflasi ke depan justru diperkirakan naik lagi lantaran akibat tarif baru.

Karena itu, banyak penanammodal memilih untuk menunggu hingga pasar, khususnya sektor kredit, betul-betul stabil sebelum kembali mempertimbangkan aset seperti Bitcoin. Meski Bitcoin punya kelebihan seperti pasokan tetap dan sifat terdesentralisasi, belum cukup banyak nan melihatnya sebagai pelindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi.

Selama akibat resesi tetap tinggi dan pasar angsuran belum pulih, biaya ETF Bitcoin kemungkinan besar bakal tetap mengalami tekanan.

Disclaimer: Semua konten nan diterbitkan di website Cryptoharian.com ditujukan sarana informatif. Seluruh tulisan nan telah tayang di bukan nasihat investasi alias saran trading.

Sebelum memutuskan untuk berinvestasi pada mata duit kripto, senantiasa lakukan riset lantaran mata uang digital adalah aset volatil dan berisiko tinggi. tidak bertanggung jawab atas kerugian maupun untung anda.

Muhammad Syofri

Trader Forex dan Bitcoin nan sudah bergulat di bagian trading dari tahun 2013. Sering menulis tulisan tentang blockchain, forex dan cryptocurrency.

Selengkapnya
Sumber Crypto Harian
Crypto Harian